Jumat, 10 Juni 2011

PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA DALAM BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN

1. KEDUDUKAN WARGANEGARA DAN PEWARGANEGARAAN DI INDONESIA
a. Penduduk Indonesia dan Warga Negara Indonesia
1) Pengertian Penduduk dan Bukan Penduduk
a) Penduduk adalah orang tinggal menetap dalam suatu wilayah negara selama jangka waktu tertentu. Tidak beda halnya dengan penduduk Indonesia, semua orang yang berada di wilayah Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu dapat disebut sebagai penduduk negara Republik Indoenesia.
b) Akan tetapi tidak semua orang yang berada dalam wilayah Indonesia dapat disebut warga negara Indonesia atau penduduk Indonesia. Maka mereka dibedakan menjadi penduduk dan bukan penduduk.
c) Penduduk Indonesia adalah mereka yang berada di wilayah negara Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu dan telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh peraturan negara Republik Indonesia sehingga diperbolehkan berdomisili di wilayah negara Republik Indonesia.
d) Faktor yang membedakan penduduk dan bukan penduduk negara Republik Indonesia adalah:
- faktor waktu
- faktor domisili
e) Perbedaan penduduk Indonesia dengan bukan penduduk Indonesia akan menimbulkan perbedaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban.
f) Perbedaan penduduk dan konsekuensinya akan membawa perbedaan terhadap status kewarganegaraan. Dengan demikian dapat dibagi menjadi dua bagian:
- penduduk dengan status warga negara Indonesia.
- penduduk dengan status warga negara asing (WNA).
g) Penduduk indonesia pada umumnya merupakan orang Indonesia asli, sedangkan bukan penduduk Indonesia pada umunya berasal dari luar negara atau bangsa Indonesia atau sering disebut orang asing. Orang asing yang ada di Indonesia harus di daftar.
2) Asas Kewarganegaraan Indonesia
Asas kewarganegaraan merupakan dasar untuk menentukan masuk atau tidaknya seseorang ke dalam golongan warga negara dari suatu negara. Untuk menentukan kewarganegaraan seseorang bergantung pada dua asas yaitu antara ius soli dan asas ius sanguinis.
a) Ius Soli
Asas ius soli adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang menurut daerah atau negara tempat ia dilahirkan. Contohnya: seseorang yang dilahirkan di negara A maka ia kembali menjadi warga negara A, walaupun orang tuanya adalah warga negara B (dianut oleh negara India, Mesir, Amerika, dan Lain-lain).
b) Ius Sanguinis
Asas ius sanguinis adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang menurut pertalian darah atau keturunan dari orang yang bersangkutan jadi, yang menentukan kewarganegaraan seseorang ialah kewarganegaraan orang tuanya, dengan tidak mengindahkan tempat ia sendiri dan orang tuanya berada dan dilahirkan. Contoh : seseorang yang dilahirkan di negara A tetapi orang tuanya warga negara B, maka orang tersebut tetap menjadi warga negara B (dianut oleh RRC)
Dalam menentukan status kewarganegaraan suatu negara, pemerintah lazim menggunakan stelsel aktip dan stelsel pasif. Menurut stelsel aktif orang yang akan menjadi warga negara harus melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu secara aktif sedangkan dalam stelsel pasif, orang yang berada dalam suatu negara sudah dengan sendirinya dianggap menjadi warga negaranya, tanpa harus melakukan suatu tindakan hukum tertentu.
Berdasarkan dengan kedua stelsel tersebut seorang warga negara dalam suatu negara pada dasarnya mempunyai hak opsi dan hak repudiasi.
a) Hak opsi adalah hak untuk memilih salah satu kewarganegaraan (dalam stelsel aktif)
b) Hak repudiasi adalah hak untuk menolak suatu kewarganegaraan (dalam stelsel pasif)
3) Warga negara Indonesia Menurut Undang-Undang
a) Menurut pasal 26 ayat (1) UUD 1945, “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”.
b) Pada ayat (2), “Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia”.
c) Selanjutnya pada ayat (3), “Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.”
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, perlu dibentuk undang-undang kewarganegaraan yang baru sebagai pelaksanaan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan agar hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar sebagaimana tersebut di atas, undang-undang ini memperhatikan asas kewarganegaraan umum atau universal, yaitu asas ius sanguinis, ius soli, dan campuran.
Adapun asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006:
a) Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaran seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
b) Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
c) Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
d) Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewraganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Undang-undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian.
Selain asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadi dasar penyusunan Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
a) Asas kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri.
b) Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap Warga Negara Indonesia dalam keadaan apapun baik dalam maupun di luar negeri.
c) Asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan bahwa setiap Warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
d) Asas kebenaran substantif adalah prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga disertai substansi dan syarat-syarat permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
e) Asas nondiskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender.
f) Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang dalam segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin, melindungi, dan memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warga negara pada khususnya.
g) Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.
Dalam undang-undang ini yang dimaksud:
a) Warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
b) Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.
c) Perwaganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.
Warga Negara Indoensia adalah:
a) setaip orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan /atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
b) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara indoensia;
c) anak yang lahir dari perkawinan dari seorang ayah Warga Negara Indoneesia dan ibu warga negara asing;
d) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
e) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayhnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
f) anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
g) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
h) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;
i) anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
j) anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
k) anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
l) anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
m) anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
4) Syarat dan Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) telah berusia 18 tahun atau sudah kawin;
b) pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 tahun berturut-turut;
c) sehat jasmani dan rohani;
d) dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan UUD Republik Indonesia Tahun 1945;
e) tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun atau lebih;
f) jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
g) mempunyai pekerjaan dan /atau berpenghasilan tetap; dan
h) membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
5) Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia
Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
a) memperoleh kewarganegaraan lain atas kemaunnya sendiri;
b) tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
c) dinyatakan hilang kewarganegaraan oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
d) masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
e) secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oelh Warga Negara Indonesia;
f) secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
g) tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
h) mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau
i) bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan.
6) Syarat dan Tata Cara Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia
a) Warga Negara Indonesia yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf i, pasal 25, dan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) dapat memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri tanpa melalui prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 17.
b) Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia, permohonan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon.
c) Permohonan untuk memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat diajukan oleh perempuan atau laki-laki yang kehilangan kewarganegaraannya akibat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) sejak putusnya perkawinan.
d) Kepala Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayay (2) meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri dalam waktu paling lama 14 hari setelah menerima permohonan.
Persetujuan atau penolakan permohonan memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia diberikan paling lambat 3 bulan oleh Menteri atau Pejabat terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.
Menteri mengumumkan nama orang yang memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia dalam Berita Negara Republik Indonesia.
b. Permasalahan dalam Kewarganegaraan
1. Bipatride, adalah orang yang memilki dua kewarganegaraan atau berkewarganegaraan rangkap. Bipatride timbul karena dianutnya asas yang berbeda diantara dua negara dalam menentukan kewarganegaraannya, sehingga seseorang diakui sebagaiwarga negaranya oleh kedua negara tersebut. Misalnya: seorang warga negara RRC melahirkan anaknya di wilayah Amerika Serikat, maka anak itu akan menjadi bipatride, karena baik RRC (menganut asas ius sanguinis) maupun Amerika Serikat (menganut asas ius soli) akan mengakui anak itu sebagai warga negaranya. RRC akan mengakui anak itu sebagai warga negaranya karena orang tua anak tersebut berkewarganegaraan RRC, sedangkan Amerika Serikat mengakui anak itu sebagai warga negaranya karena ia dilahirkan di negara Amerika Serikat. Dengan demikian anak itu memilki kewarganegaraan rangkap, yaitu sebagai warga negara RRC dan sebagai warga negara Amerika Serikat.
2. Apatride adalah orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Apatride timbul karena dianutnya asas yang berbeda di antara dua negara dalam menentukan kewarganegaraannya, sehingga seseorang tidak diakui sebagai warga negara oelh kedua negara tersebut. Misalnya seorang warga negara Amerika Serikat melahirkan anak di negara RRC, maka anak tersebut menjadi Apatride. Anak tersebut oleh Amarika Serikat tidak diakui sebagai warga negaranya karena anak itu lahir di negara RRC. Demikian pula negara RRC tidak mengakui anak itu sebagai warga negaranya karena orang tuanya bukan warga negara RRC. Dengan demikian, anak tersebut tidak mempunyai kewarganegaraan.
3. Baik apatride maupun bipatride merupakan keadaan yang tidak disenangi oleh negara di tempat orang itu berada, bahkan bagi yang bersangkutan. Karena keadaan bipatride akan membawa ketidakpastian dalam status seseorang, sehingga dikhawatirkan merugikan negara yang bersangkutan. Sebaliknya keadaan apatride akan membawa akibat bahwa orang tersebut tidak akan mendapat perlindungan dari negara manapun juga.
2. PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN BERNEGARA
Persamaan derajat berkaitan erat dengan kedudukan manusia. Sebagaimana dipahami bahwa dalam pandangan Tuhan, manusia diciptakan dalam keadaan dan kedudukan yang sama. Mereka sama-sama tidak berpengetahuan dan sama-sama diberi potensi untuk maju dan berkembang. Lingkungan, kesempatan dan peluanglah yang kemudian menjadikan manusia berbeda antara satu dengan yang lainnya. Namun demikian harkat, derajat dan martabat kemanusian mereka tetap sama. Oleh karena itu dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan maupun internasional (baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum dan pertahanan-kemanan pun) manusia mempunyai kedudukan, tugas, kewajiban dan hak yang sama terlepas dari WNI atau WNA, pemerintah atau rakyat, konglomerat atau buruh, dsb. Untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis maka perlu dikembangkan nilai-nilai dan sikap RASA HORMAT yang meliputi: saling menghormati, saling menghargai, bertenggang rasa, kasih sayang, dan rasa sosial.
a. Pengertian Persamaan Harkat, Derajat, dan Martabat Manusia
1) Harkat berarti derajat, taraf, mutu atau nilai. Derajat berarti tingkatan atau martabat, sedangkan martabat sendiri dapat diartikan sebagai tingkatan harkat kemanusiaan atau harga diri.
2) Harkat, derajat, dan martabat memiliki pengertian yang sama, yakni menunjuk pada tingkatan harkat kemanusiaan atau harga diri.
3) Pada dasarnya setiap manusia memiliki harkat, derajat, dan martabat yang sama, yaitu sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki unsur jasmani dan rohani yang dikaruniai potensi pikir, rasa, dan cipta. Manusia memiliki kodrat yang sama sebagai manusia pribadi (individu) dan sebagai mahluk masyarakat (sosial). Manusia akan mempunyai arti apabila ia hidup bersama-sama manusia lainnya dalam bermasyarakat.
b. Hak Warga Negara
Sebagai konsekuensi logis dan yuridis dalam suatu negara hukum, hak asasi manusia sebagai warga negara akan dijamin sepenuhnya sesuai dengan ciri negara hukum yang ketentuan-ketentuannya telah dimuat dalam UUD 1945, yakni adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Untuk mengimbangi pengakuan tersebut, setiap warga negara harus mampu sepenuhnya melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah dibebankan oleh negara. Dengan kata lain, setiap warga negara harus mengetahui hak dan kewajiban yang harus dijalankan.
George Jellinek berpendapat bahwa setiap warga negara mempunyai empat status atau kedudukan hukum, yaitu sebagai berikut.
1) Status positif, yaitu status yang memberikan hak kepada warga negara untuk menuntut tindakan positif dari warga berupa perlindungan atas jiwa, hak milik, dan kemerdekaan.
2) Status negatif, yaitu status yang memberikan jaminan bahwa negara tidak akan ikut campur tangan terhadap hak asasi warga negara untuk mencegah tindakan sewenang-wenang dari negara.
3) Status aktif, yaitu status yang memberikan hak kepada warga negara untuk ikut serta dalam pemerintahan.
4) Status pasif, yaitu status yang mewajibkan warga negara untuk taat dan tunduk pada negara.
Berdasarkan pengelompokannya, hak asasi manusia terdiri atas enam bagian sebagai berikut.
1) Hak asasi pribadi (Personal Rights) yang meliputi:
a) kebebasan menyatakan pendapat;
b) kebebasan memeluk agama;
c) kebebasan bergerak, melakukan aktifitas.
2) Hak asasi ekonomi (Proverty Rights) yang meliputi:
a) hak untuk memiliki sesuatu;
b) hak untuk membeli sesuatu;
c) hak untuk menjual sesuatu dan memanfaatkannya.
3) Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (Rights of Legal Quality).
4) Hak asasi politik (Political Rights) yag meliputi:
a) Hak untuk ikut serta dalam pemerintahan;
b) Hak pilih pasif dan hak pilih aktif;
c) Hak mendirikan partai politik.
5) Hak asasi sosial dan kebudayaan (Social and Cultural Rights) yang meliputi:
a) hak untuk memilih pendidikan;
b) hak untuk mengembangkan kebudayaan;
c) hak untuk berkreasi.
6) Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (Procedural Rights) yang meliputi:
a) perlakuan dalam hal penangkapan;
b) penggeledahan;
c) peradilan.

c. Kewajiban Warga Negara Indonesia
1) Menjunjung tinggi dan menaati perundang-undangan yang berlaku.
2) Membayar pajak, bea, dan cukai yang dibebankan negara kepadanya.
3) Membela negara dari segala bentuk ancaman, baik yang datang dari dalam maupun dari luar negeri.
4) Menyukseskan pemilu, baik sebagai peserta atau petugas penyelenggara.
5) Mendahulukan kepentingan negara/umum daripada kepentingan pribadi.
6) Melaksanakan tugas dan kewajiban yang dibebankan bangsa dan negara.
7) Kewajiban menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban nasional.

d. Kewajiban Warga Negara dalam Membela Negara
Untuk mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 diperlukan peran warga negara dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu aspek kehidupan yang menuntut peran serta warga negara adalah bidang Pertahanan dan Keamanan negara. Dalam UUD 1945 pasal 30 ayat 1 ditegaskan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”. Sedangkan dalam ayat 2 disebutkan bahwa “usaha pertahanan dan kemanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan POLRI sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.
Berdasarkan UUD 1945 pasal 30 ayat 1 dan 2 tersebut, ada beberapa hal yang mesti kita pahami yaitu 1) keikutsertaan warga negara dalam pertahanan dan keamanan negara merupakan hak dan kewajiban; 2) pertahanan dan keamanan negara menggunakan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta; 3) kekuatan utama dalam sistem pertahanan adalah TNI, sedangkan dalam sistem kemanan adalah POLRI; 4) kedudukan rakyat dalam pertahanan dan kemanan sebagai kekuatan pendukung.
Konsep yang diatur dalam pasal 30 tersebut adalah konsep pertahanan dan keamanan negara. Sedangkan konsep bela negara diatur dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 3 bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Ikut serta pembelaan negara tersebut diwujudkan dalam kegiatan penyelenggaraan pertahanan negara, sebagaimanan ditegaskan dalam UU No.3 tahun 2002 pasal 9 ayat 1 bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara, setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Kata “kewajiban” dalam ketentuan tersebut mengandung makna bahwa setiap warga negara, dalam keadaan tertentu dapat “dipaksakan” oleh negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara.
Warga negara dalam upaya bela negara diwujudkan dalam keikutsertaannya pada segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bengsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan degan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.
Sedangkan pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara (pasal 1 ayat 1 UU No.3 tahun 2002).
Berdasarkan Undang-undang nomor 3 tahun 2002 pasal 9 ayat 2, keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui:
1) Pendidikan kewarganegaraan;
2) Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;
3) Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara suka rela atau secara wajib; dan
4) Pengabdian sesuai dengan profesi.

e. Kewajiban dan Kewenangan Pemerintah Negara RI
1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2) Memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
3) Mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
4) Mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara.
5) Memelihara keamanan, ketertiban, ketentraman bangsa dan negara.
6) Menghormati dan melindungi hak asasi warga negara.
7) Menegakkan hukum/perundang-undangan dan keadilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan melaksanakan program pembangunan nasioanal.
8) Membuat dan mencabut kebijakan demi pelaksanaan pemerintahan negara.
f. Persamaan Kedudukan di Muka Hukum dan Pemerintahan
Setiap manusiamempunyai kedudukan yang sama di muka hukum dengan tidak adanya diskriminasi di segala aspek kehidupan.
Secara kodrati, setiap manusia yang dilahirkan mempunyai persamaan hak hidupnya. Bedasarkan hukum, maka hak-hak kehidupan manusia itu mempunyai penilaian yang sama.
Semua orang adalah sama kedudukannya terhadap hukum, yaitu sebagai manusia pribadi yang memiliki dan mendukung hak, ini berarti bahwa:
1) Ia bisa mengajukan tuntutan/gugatan bila merasa dirugikan.
2) Bisa menerima perlindungan hukum bila merasa terancam keselamatan jiwanya.
3) Bisa dikenakan ancaman hukuman bila melakukan kesalahan/pelanggaran.
Jadi konsep equality the law menurut UUD 1945 adalah salah satu mata rantai antara hak dan kewajiban yang harus berfungsi menurut kedudukannya masing-masing.
Rencana pembangunan yang telah disiapkan dalam agenda reformasi dalam bidang hukum adalah sebagai berikut:
1) Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam rangka supremasi hukum dan tegaknya negara hukum.
2) Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan ketidaksesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi.
3) Menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan kebenaran, supremasi hukum, serta menghargai hak asasi manusia.
4) Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan aparat penegak hukum, termasuk Kepolisian Republik Indonesia, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dengan meningkatkan kesejahtreraan, dukungan sarana dan prasarana hukum, pendidikan, serta pengawasan yang efektif.
5) Mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh pengausa dan pihak manapun.
6) Mengembangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional.
7) Menyelenggarakan proses peradilan secara cepat, mudah, murah dan terbuka, serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan tetap menjungjung tinggi asas keadilan dan kebenaran.
8) Meningkatkan pemahaman dan penyadaran, serta meningkatkan perlindungan, penghormatan, dan penegakan hak asasi manusia dalam seluruh aspek kehidupan.
9) Menyelesaikan berbagai proses peradilan terhadap pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang belum ditangani secara tuntas.

3. PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA TANPA MEMBEDAKAN RAS, AGAMA, GENDER, GOLONGAN, BUDAYA DAN SUKU
a. Prinsip Persamaan
Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, bukanlah milik perseorangan atau salah satu golongan masyarakat melainkan milik seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, sudah selayaknya jika kepentingan rakyat harus didahulukan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia harus diutamakan. Setiap rakyat Indonesia harus diutamakan. Setiap rakyat Indonesia harus dapat merasakan bagaimana menjadi rakyat dari suatu negara yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur, jika mengingat kekayaan alam Indonesia yang berlimpah-limpah. Hal inilah yang memungkinkan negara Indonesia hidup sejahtera. Bukan kemakmuran materil saja yang menjadi tujuan kita, tetapi juga kemakmuran spiritual. Untuk mencapai itu semua harus melalui proses pembangunan yang meliputi semua aspek kehidupan.
Tujuan mewujudkan suatu masyarakat yang adil, makmur, merata, baik material maupun spiritual berarti bahwa pembangunan nasional yang dilakukan di Indonesia berasaskan pada keadilan sosial. Oleh karena itu, pelaksanaan pembangunan meningkatkan pendapatan nasional sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan persamaan kedudukan warga negara.
Dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, pertama-tama bangsa Indonesia harus dapat meningkatkan pendapatan nasional. Kemudian, mengusahakan agar pendapatan nasional itu dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia secara merata.
Hakikat sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah ingin mewujudkan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia, baik material maupun spiritual atau masyarakat adil dan makmur seutuhnya dengan cara mengabdikan segala kemampuan yang dimiliki secara gotong royong dan kekeluargaan dari semua pihak demi kesejahtraan bersama. Dengan demikian, persamaan kedudukan warga negara dapat terwujud.
b. Sikap Warga Negara di Berbagai Bidang Kehidupan
Untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan prinsip keadilan sosial, setiap warga negara dituntut untuk mengembangkan sikap dan perilaku sebagai berikut.
a. Tenggang rasa dan tepa selira terhadap nasib sesamanya atau sikap kepedulian sosial atau kepekaan sosial terutama kepada yang menderita atau yang belum sejahtera.
b. Hemat, cermat, dan tepat dalam memilih dan menggunakan sesuatu barang atau kekayaan alam sesuai dengan manfaat dan kebutuhannya. Di samping itu, kita hendaknya menghindari sikap boros, bergaya hidup mewah, dan membeli barang yang sia-sia (kurang berguna).
c. Disiplin untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan hidup dan kekayaan alam.
d. Iklas menolong sesama, baik keluarga, teman, dan warga masyarakat.
e. Ikut aktif dalam kegiatan gotong royong demi kesejahteraan bersama.
f. Menghindari sikap tidak adil, pemerasan terhadap orang lain, dan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
g. Menghormati hak milik orang lain.
h. Mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan.

1 komentar: